Minggu, 28 September 2014

Perawat Punya Cerita


Saya Dan Dunia Keperawatan
Posted on November 18, 2010

Tidak pernah terbersit dalam benak saya untuk kuliah di Fakultas Keperawatan UNPAD. Cita-cita saya sejak duduk di bangku SMP adalah kuliah di jurusan akuntansi karena ingin bekerja di bidang perbankan seperti kedua orangtua saya. Namun takdir berkata lain, saat akan menjalani UN SMA ayah berkata pada saya “kalau sudah IPA kuliah di IPA lagi dong, biar disiplin ilmu”. Oleh karena perkataan ayah tersebut setiap mengikuti ujian masuk Universitas saya selalu memilih keperawatan sebagai pilihan kedua karena pilihan pertama tetap akuntansi. Saat hendak mengikuti SNMPTN ayah menyarankan saya mengambil IPA saja, padahal saya niatnya mengambil IPC agar dapat memilih akuntansi. Namun saya pikir ayah benar, saya harus disiplin ilmu. Maka pilihan pertama di SNMPTN adalah farmasi ITB dan pilihan kedua adalah keperawatan UNPAD. Baca lebih lanjut →

Pengalaman Mahasiswa Indonesia Di Jepang.




Fakultas Keperawatan UNPAD pada Agustus 2010 mengirim 2 mahasiswanya menjalani program pertukaran pelajar ke Jepang. Yusshy Kurnia (angkatan 2006) dan An Nisa Rushtika Kersana (angkatan 2009) adalah dua orang teman saya yang sekarang sedang menempuh pendidikan di Jepang. Saya sangat tertarik untuk mengetahui sistem pembelajaran di negeri sakura tersebut. Kemudian mereka berbagi pengalamannya di sana walaupun baru 3 bulan mereka berada di negeri matahari terbit. Baca lebih lanjut →

Pengalaman Kerja Perawat Di Luar Negeri

Kisah 1

Ustzh. Hj. Wiwi Mardiah, AmKeb. SKp. Mkes
Cianjur, 30 April 1969

Pendidikan : Akademi Keperawatan Depkes Bandung 1994 Lulus Sarjana Keperawatan Unpad,1998 Lulus Program Master Ilmu Kedokteran Dasar / Pathobiologi Unpad Bandung, 2005

Pekerjaan : 1990-1991: Staf RS Harapan Bunda Kodya Batam
1994 – 1995 : Stap Pengajar di SPK Budi Luhur Cimahi Bandung
1988-1999 : Stap Pengajar di Akper Bidara Mukti Bandung
2007-2008 : King Fahd Hospital
1999 – sekarang : Staf pengajar FIK UNPAD

King Fahd Hospital

Pada tahun 2007, saya membimbing mahasiswa di Madinah. Selain membimbing tentu saya pun bekerja. Tepatnya di King Fahd Hospital, sekitar 15 menit dari Masjidil Haram.

Menurut saya saat bekerja di sana melihat visi dan misi yang berorientasi pada perawat global sangat bagus, kita akan melihat berbagai negara yang mengaplikasikan praktek-praktek keperawatan. Pengalaman saya melihat para perawat Indonesia di sana ternyata dari segi skill sangat mampu bersaing dengan perawat dari negara lain. Walaupun pasalnya negara lain seperti Filiphina itu lebih bagus dan maju tapi pada kenyataannya Indonesia tidak kalah dengan Filiphina. Yang menjadi kendala hanya bahasa saja, tapi setelah beradaptasi 3 bulan, paling lama 4 bulan perawat kita sudah bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan kerja tidak hanya beradaptasi dengan bahasa tapi juga beradaptasi dengan budaya.

Kesan yang paling menyenangkan di sana adalah penghargaan, penghargaan terhadap profesi perawat dan hak-hak perawat baik itu dari atasan maupun dari masyarakatnya. Saya punya teman, beliau seorang perawat wanita asal Indonesia juga. Beliau tidak pernah menyentuh pasien laki-laki lalu beliau utarakan itu pada atasannya dan ternyata sangat di respon baik. Kemudian atasannya menempatkan beliau di ruangan khusus wanita. Berarti hak-hak perawat itu sangat dihargai bukan? Selain itu profesi perawat di sana setara dengan profesi kesehatan lainnya karena memang jobdesknya jelas walaupun tidak secara eksplisit, tidak tertulis tetapi sudah dijalankan dengan sangat baik.

Pengalaman saya yang tidak mengesankan adalah mendapatkan pasien yang cerewet-cerewet, yang meminta perhatian lebih pada perawat padahal tenaga perawatnya kurang. Walaupun pasien itu harus dilayani dengan baik tapi jika ada pasien yang bertindak tidak wajar pada perawat, perawat bisa menuntut karena dilindungi oleh undang-undang keperawatan. Ada cerita dari mahasiswi saya, beliau mempunyai teman sesama perawat yang mendapatkan tindakan tidak manusiawi yaitu ditarik pakaiannya hingga robek padahal tidak melakukan kesalahan apa-apa hanya terjadi kesalahpahaman saja. Kemudian beliau menuntut keluarga pasien tersebut secara hukum sampai pengadilan memutuskan keluarga pasien tersebut membayar uang ganti rugi sekitar 25 juta jika dirupiahkan. Selain dari segi salary bedanya menjadi perawat di negara lain dibanding menjadi perawat di negara kita adalah penghargaan.




Kisah 2

Sri Listriani Saputra

Majalengka, 6 Februari

Lulusan AKPER Bhakti Kencana Bandung sekarang lanjut di Fkep UNPAD
Hobi : masak
FB : Maganda Chi

Asser Central hospital and Al-Birk General Hospital

Pada tahun 2008 melalui PT AMRI FOUNDANTION yang bertempat di Bekasi, saya mengikuti pelatihan bahasa inggris umum dan praktek keperawatan. Setelah pelatihan saya mengikuti tes bahasa inggris langsung oleh orang Saudi. Alhamdulillah saya lulus tes, kemudian tinggal menunggu proses pembuatan paspor dan visa. Setelah itu saya berangkat ke Saudi Arabia.

Setibanya di sana perasaan saya bercampur aduk, aneh, takut, dan ingin sekali menangis karena saya tidak mengerti sedikit pun bahasa arab. Untungnya ada teman yang sudah berpengalaman kerja di sini dan penempatan kerjanya pun bareng saya jadi tidak terlalu khawatir. Pertama kali tanda tangan kontrak, saya ditawari bekerja di Al-Birk General Hospital yang letaknya jauh dari pusat kota. Sebelumnya saya ditempatkan dahulu di Asser Central Hospital, rumah sakit yang sangat canggih, makan seperti di restaurant dan tidur seperti di apartemen tapi kerjanya sangat berat karena jumlah pasien yang sangat banyak.

Tidak lama saya kemudian di pindahkan ke Al-Birk General Hospital, lokasinya jauh dari pusat kota tepatnya di depan Laut Merah. Buat saya tempat ini mengasikkan walaupun tidak bebas main ke pantai karena kata orang-orang sana kalau perempuan jalan-jalan sendiri itu pamali jadi harus selalu pergi bersama dengan teman dan dikawal supir. Al-Birk General Hospital lebih kecil dari Asser Central Hospital, jika di Indonesia bisa dibilang Rumas Sakit Daerah. Saya mendapatkan berbagai fasilitas seperti makan dan apartemen dan gaji pun naik karena letaknya yang jauh dari pusat kota. Gaji awal dari Indonesia 3000 SR tapi alhamdulillah setelah di Saudi terus naik sesuai penempatan area kerja. Di sana ada special area seperti emergency, OR, DR, dan ICU yang gajinya bisa naik sampai 50%. Saat pertama tiba di sana juga saya mendapatkan uang welcome sebesar 50% dari gaji. Jika dirupiahkan gaji di sana antara 10 juta sampai 18 juta, kalau di Indonesia tidak ada gaji perawat sebesar itu.

Saat awal-awal saya tidak mengerti bahasa arab sehingga sering sekali dimarahi oleh atasan tapi karena saya tekad ingin bisa alhamdulillah dalam kurun waktu satu bulan saya sudah bisa berkomuikasi dengan bahasa arab. Saya di sana sebagai perawat penanggung jawab di OPD alias poliklinik, kerjanya tidak begitu berat tapi tanggung jawabnya besar karena memegang 12 poli, paling pusing kalau sudah membuat sensus bulanan.

Hal yang paling menyenangkan adalah fasilitas haji dan umroh gratis. Alhamdulillah saya pun sudah haji. Di sana saya juga mendapatkan banyak teman dengan karakteristik yang berbeda-beda, sampai sekarang saya masih menjalani komunikasi dengan teman-teman dari Filiphina, India, Mesir, dan lain-lain pokoknya dari berbagai negara.

Hal yang paling membuat saya sedih saat di sana adalah ketika saya jalan-jalan saya ingat dengan keluarga, ingin rasanya bisa jalan-jalan bersama mereka. Paling tidak senang kalau sudah dimarahi pasien karena pasien di sana kalau sudah marah menakutkan. Sekarang saya sudah kembali ke tanah air dengan membawa segudang ilmu dan pengalaman berharga.





Keperawatan Dalam IT

Perkembangan teknologi informasi sudah mulai menyentuh dunia keperawatan. Kebutuhan layanan kesehatan termasuk pelayanan keperawatan yang cepat, efisien dan efektif merupakan tuntutan masyarakat modern saat ini. Dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat, istilah telemedicine, telehealth dan telenursing menjadi popular sebagai salah satu model layanan kesehatan.

Perawat sebagai salah satu tenaga medis yang mempunyai peranan penting untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, perawat harus mampu melaksanakan asuhan keperawatan sesuai standar, yaitu dari mulai pengkajian sampai dengan evaluasi dan yang sangat penting adalah disertai dengan sistem pendokumentasian yang baik. Dengan adanya teknologi, sangat memungkinkan perawat memiliki sistem pendokumentasian asuhan keperawatan yang lebih baik. Baca lebih lanjut →

Kisah Sukses Perawat Indonesia


Dua perawat asal Indonesia, selama seminggu terakhir di awal April 2010 mengisi berbagai halaman media cetak di Jepang. Mereka adalahYared Febrian Fernandes dan Ria Agustina. Setelah keduanya dinyatakan lulus ujian nasional keperawatan Jepang. Keberhasilan ini patut dibanggakan karena hanya Ria, Yared, dan Lalin Ever Gammed (perawat Filipina) yang lulus ujian nasional untuk perawat asing, dari 254 peserta ujian, atau hanya sekitar 1.2% persentase kelulusan. Sedangkan pada ujian nasional tahun lalu, tidak ada satu pun peserta yang lulus.

Ria dan Yared bekerja di RS Sannocho di Kota Sanjo, Prefektur Niigata. Kedatangan perawat Indonesia di Jepang ini terwujud dalam kerangka Indonesia – Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA). Sejak tahun 2008 lalu, Indonesia telah mengirimkan tenaga perawat dalam dua gelombang. Perawat asing ini harus lulus ujian nasional keperawatan dalam tiga tahun sejak kedatangan mereka di Jepang. Ujian nasional keperawatan Jepang dilaksanakan sepenuhnya menggunakan huruf Kanji, termasuk istilah teknis medis. Selain itu substansi ujian juga termasuk mengenai sistem kesehatan Jepang, seperti asuransi dan peraturan perundangan di bidang kesehatan.



Kompetensi Perawat Indonesia

Saat ini dunia membutuhkan perawat dengan kualifikasi standar internasional. Pasalnya, kebutuhan tenaga perawat di negara-negara maju seperti Amerika, Kanada, Eropa, Korea, Jepang dan Timur Tengah terus meningkat. Diperkirakan hingga tahun 2020, negara-negara ini memerlukan 1 juta tenaga perawat dari Indonesia. Dengan demikian Indonesia mempunyai potensi besar untuk mendidik tenaga perawat. Namun, hal ini terhambat oleh fasilitas dan biaya pendidikan yang mahal, juga masih minimnya pendidikan master dan doktor di dalam negeri.

Kelemahan paling mencolok perawat Indonesia adalah kemampuan berbahasa Inggris. Padahal kemampuan berbahasa Inggris menjadi syarat utama yang diberlakukan negara-negara di atas. Indonesia bersaing dengan perawat-perawat dari India, Bangladesh, dan Filiphina yang memiliki kemampuan berbahasa Inggris. Dibandingkan dengan mereka, perawat Indonesia dikenal lebih ramah, sopan, dan tidak banyak menuntut, Indonesia mampu bersaing dengan mereka asalkan syarat utamanya dapat terlewati.

Selain peningkatan kualitas SDM dalam kemampuan berbahasa Inggris, saat ini yang perlu diperhatikan adalah mendapatkan pengakuan dunia internasional. Mampukah Indonesia mendapat pengakuan dunia internasional ?