Sabtu, 29 September 2012

Asuhan Keperawatan Epilepsi


ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN EPILEPSI






Oleh:

Siti maemunah
Bela debionita
Mutia ayu
Nur putrid wulan








PRODI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TANGERANG


KATA PENGANTAR

           
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Makalah ini  berjudul “ Asuhan Keperawatan Gamgguam Epilepsi “ dapat di selesaikan dengan baik, semata-mata atas rahmat Allah SWT. Oleh sebab itu penulis mengucapkan puji syukur kepada-nya.
Makalah ini di buat untuk melengkapi kegiatan mata kuliah Sistem Neurobehaviour, di Prodi S1 Keperawatan, Fakultas Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Tangerang.
Penulisan makalah  ini di mungkinkan adanya dukungan, bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu , penulis mengucapkan terima kasih kepada : orang tua, ketua Prodi S1 Keperawatan, dan bapak dosen Sistem Neuroehaviour.
Saat menyusun makalah ini penulis telah berupaya melakukan dengan sebaik-baiknya. Namun penulis menyadari adanya kekurangan atau kesalahan yang tidak disengaja. Oleh karena itu kritik dan saran akan penulis terima dengan rasa syukur.
Semoga karya ilmiah ini  bermanfaat bagi pembaca.







BAB II

TINJAUAN TEORITIS
Epilepsi adalah suatu gejala atau manifestasi lepasnya muatan listrik yang berlebihan di sel neuron saraf pusat yang dapat menimbulkan hilangnya kesadaran, gerakan involunter, fenomena sensorik abnormal, kenaikan aktivitas otonom dan berbagai gangguan fisik (Doenges, 2000).
Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala yang datang dalam serangan-serangan, berulang-ulang yang disebabkan lepas muatan listrik abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat reversibel dengan berbagai etiolog.       
Epilepsi grand mal merupakan istilah Perancis. Grand berarti besar, mal, sakit. Pada epilepsi ini penderita nyeri kepala, mendadak kehilangan kesadaran, terjatuh, kekurangan oksigen, kemudian kejang tonik klonik kurang labih selama 60 detik, air liur keluar melalui mulut, setelah sadar penderita mengeluh badan terasa pegal, relaksasi, hipertensi, bingung, lupa, dan mampu tertidur 2 jam (Markam, 1998).

Menurut Mansjoer (2000), etiologi dari epilepsi yaitu :
1.      Idiopatik
2.      Aquiret adalah kerusakan otak keracunan obat metabolik
3.      Trauma kepala
4.      Tumor otak
5.      Stroke
6.      Cerebral edema
7.      Hipoksia
8.      Keracunan
9.      Gangguan metabolik
10.  Infeksi


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgOUj9QzwfQf-e3u4PRF1HcBQn6i8dLhUaZN23IBHgZnJpKQYWqEB2bPJBHCaHZYOnIn9BYm7rEDv_hVRa27Lj59n_ipMkbXUaRANPH6J9t46D9cE6Ju-F349H5AK4TFglyp26IaV4h5F0/s320/ePILEPSI.jpg


Skema bab 2.1 patofisiologi
Menurut para peneliti bahwa sebagian besar kejang epilepsi berasal dari sekumpulan sel neuron yang abnormal di otak, yang melepas muatan secara berlebihan dan hypersinkron. Kelompok sel neuron yang abnormal ini, yang disebut juga sebagai fokus epileptik mendasari semua jenis epilepsi, baik yang umum maupun yang fokal (parsial). Lepas muatan listrik ini kemudian dapat menyebar melalui jalur-jalur fisiologis-anatomis dan melibatkan daerah disekitarnya atau daerah yang lebih jauh adalah yang terdapar di bagian otak.
Tidak semua sel neuron di susunan saraf pusat dapat mengakibatkan kejang epilepsi klinik, walaupun ia melepas muatan listrik berlebihan. Sel neuron diserebellum di bagian bawah batang otak dan di medulla spinalis, walaupun mereka dapat melepaskan muatan listrik berlebihan, namun posisi mereka menyebabkan tidak mampu mengakibatkan kejang epilepsi. Sampai saat ini belum terungkap dengan pasti mekanisme apa yang mencetuskan sel-sel neuron untuk melepas muatan secara sinkron dan berlebihan.

1.      Kejang umum
-          Tonik gejala kontraksi otot, tungkai dan siku berlangsung kurang lebih 20 detik, dengan ditandai leher dan punggung melengkung, jeritan epilepsi selama kurang lebih 60 detik.
-          Klonik gejala spasmus fleksi berselang, relaksasi, hipertensi berlangsung kurang lebih 40 detik, dengan ditandai midriasis, takikardi, hiperhidrosis, hipersalivasi.
-          Pasca serangan gejala aktivitas otot terhenti ditandai dengan penderita sadar kembali, nyeri otot dan sakit kepala, penderita tertidur 1 sampai 2 jam.
2.      Jenis parsial
a)         Sederhana dengan tidak terdapat gangguan kesadaran
b)         Complex dengan gangguan kesadaran.

1.      Grand mal (tonik klonik)
Ditandai dengan gangguan penglihatan dan pendengaran, hilang kesadaran, tonus otot meningkat fleksi maupun ekstensi, sentakan kejang klonik, lidah dapat tergigit, hipertensi, takikardi, berkeringat, dilatasi pupil, dan hipersalivasi, kemudian setelah serangan pasien dapat tertidur 1-2 jam, penderita lupa, mengantuk,dan bingung.
2.      Petit mal
Kehilangan kesadaran sesaat, penderita dapat melamun, apa yang akan dikerjakan klien akan terhenti, penderita lemah namun tidak sampai terjatuh.
3.      Infatile spasme
Terjadi pada usia 3 bulan sampai 2 tahun, kejang fleksor pada ekstermitas dan kepala, kejang terjadi hanya beberapa detik dan berulang, sebagian besar penderita terjadi retardasi mental.
4.      Focal            
Terbagi atas tiga jenis :
o   Focal motor yaitu Lesi pada lobus frontal.
o   Focal sensorik yaitu lesi pada lobus parietal.
o   Focal psikomotor yaitu disfungsi lobus temporal.
Dibagi menjadi 2 pengobatan:
1.      Pengobatan kausal
Penyebab perlu diselidki terlebih dahulu, apakah penderita penyakit yang aktif misalnya tumor serebri, hematoma sub dural kronik, bila benar perlu diobati terlebih dahulu penyebab kejang tersebut.
2.      Pengobatan rutin.
Penderita epilepsi diberikan obat anti konvulsif secara rutin, biasanya pengobatan dilanjutkan sampai 3 tahun, kemudian obat dikurangi secara bertahap dan dihentikan dalam jangka waktu 6 bulan. Pada umumnya lama pengobatan berkisar antara 2 - 4 tahun bebas serangan. Selama pengobatan harus di periksa gejala intoksikasi dan pemeriksaan laboratrium secara berkala.
Obat yang diberikan untuk kesemua jenis kejang yaitu
-       Fenobarbital, dosis 3-8 mg / kg BB / Hari
-       Diazepam, dosis 0,2-0,5 mg / kg BB / Hari
-       Diamox (asetazolamid) , dosis 10-90 mg / kg BB / Hari
-       Dilantin (difenilhidantoin), dosis 5-10 mg / kg BB / Hari
-       Mysolin (primidion), dosis 12-25 mg / kg BB / Hari
Bila menderita spasme infatil diberikan obat yaitu
o  Prednison, dosis 2-3 mg / kg BB / Hari
o  Dexamethason, dosis 0,2-0,3 mg / kg BB / Hari
o  Adrenokotrikotropin, dosis 2-4 mg / kg BB / Hari
1.      Pemeriksaan laboratorium
seperti pemeriksaan darah rutin, darah tepi dan lainnya sesuai indikasi misalnya kadar gula darah, elektrolit. Pemeriksaan cairan serebrospinalis (bila perlu) untuk mengetahui tekanan, warna, kejernihan, perdarahan, jumlah sel, hitung jenis sel, kadar protein, gula NaCl dan pemeriksaan lain atas indikasi
2.      Pemeriksaan EEG

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh2V_LOrolBPJ30rZFpg67QSLijOrv7y1gpkCz6ERoiwZe8gbBU5XqZgZ54B5N8k2wD53TCBOTkFW3jP4CPOrwFeouAieM7WjUvjon2OVJefIRrl9IfB-kIEw9hqoDU172cFr22cbsKj3s/s320/EEG.jpg
              Gambar bab 2.1 pemeriksaan EEG
Pemeriksaan EEG sangat berguna untuk diagnosis epilepsi. Ada kelainan berupa epilepsiform discharge atau (epileptiform activity), misalnya spike sharp wavespike and wave dan sebagainya. Rekaman EEG dapat menentukan fokus serta jenis epilepsi apakah fokal, multifokal, kortikal atau subkortikal dan sebagainya. Harus dilakukan secara berkala (kira-kira 8-12 % pasien epilepsi mempunyai rekaman EEG yang normal).


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEinOz0hBC35FDABlHK4Wmkyr-ryZngLmrUyeIIBf14zIcRv6VjyvfjwNIJ1bJ6tI712Jv0_dZmdxMBZNtwqzMOacJL01z1Omes0i3-P1_LOOqJf5w9VogY_dQ9pGJpsV8c_l-0Zc53-_q0/s320/FOTO+TENGKORAK.jpg 
 Gambar bab 2.2 Foto tengkorak
a.       Foto tengkorak untuk mengetahui kelainan tulang tengkorak, destruksi tulang, kalsifikasi intrakranium yang abnormal, tanda peninggian TIK seperti pelebaran sutura, erosi sela tursika dan sebagainya.
b.      Pneumoensefalografi dan ventrikulografi untuk melihat gambaran ventrikel, sisterna, rongga sub arachnoid serta gambaran otak.
c.       Arteriografi untuk mengetahui pembuluh darah di otak : anomali pembuluh darah otak, penyumbatan, neoplasma dan hematoma.

Mengakibatkan kerusakan otak akibat hipoksia jaringan otak, dan mengakibatkan retardasi mental, dapat timbul akibat kejang yang berulang, dapat mengakibatkan timbulnya depresi dan cemas. 













                          

BAB III

PEMAHASAN

Diagnosa yang didapat berdasarkan sumber dari (Doenges, 2000)
1.   Resiko tinggi terhadap trauma dan henti nafas berhubungan  dengan perubahan kesadaran, kelemahan, kehilangan koordinasi otot besar dan kecil.
2.   Gangguan harga diri,identitas diri berhubungan dengan persepsi tidak terkontrol, ditandai ketakutan, dan kurang kooperatif tindakan medis.
3.   Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar), mengenai kondisi dan aturan pengobatan berhubungan dengan kurang pemahaman, salah interpretasi informasi, kurang mengingat.

Perencanaan yang didapatkan berdasarkan sumber dari (Doenges, 2000)
1.      Resiko tinggi terhadap trauma dan henti nafas berhubungan  dengan perubahan kesadaran, kelemahan, kehilangan koordinasi otot besar dan kecil.
Intervensi
Rasional
Kaji pencetus munculnya kejang pada pasien

alkohol, berbagai obat, dan stimulasi lain    (kurang tidur, lampu yang terang, menonton televisi terlalu lama), dapat meningkatkan aktivitas otak yang selanjutnya meningkatkan resiko terjadinya kejang.

pertahankan bantalan lunak pada penghalang tempat tidur    yang terpasang dengan posisi tempat tidur rendah.

yaitu  mengurangi trauma saat kejang.

Jaga aktivitas klien setelah kejang terjadi

meningkatkan keamanan pasien
Catat tipe dari aktivitas kejang pasien seperti lokasi, durasi,     motorik, penurunan kesadaran, inkontinensia.

membantu untuk melokalisasi daerah otak yang terkena

 
2.      Bersihan jalan nafas dan pola nafas tak efektif berhubungan dengan kerusakan nuromuskuler obstruksi trakeobronkial.

Intervensi
Rasional
)        Anjurkan klien melepas penggunaan benda-benda dari dalm mulut, contoh gigi palu dan lainnya.

menurunkan resiko aspirasi atau masuknya  benda asing ke faring
).  Letakkan pasien dalam posisi miring, permukaan datar, miringkan kepala selama serangan kejang terjadi.

meningkatkan aliran drainase secret, mencegah lidah jatuh, dan menyumbat jalan nafas.

Masukkan spatel lidah kedalam mulut klien
untuk mencegah tergigitnya lidah dan membantu melakukan peghisapan lender, dan membantu membuka jalan nafas.

Lakukan suction sesuai indikasi
menurunkan resiko aspirasi atau asfiksia
Kolaborasi dalam pemberian tambahan oksigen
dapat menurunkan hipoksia serebral, akibat dari menurunnya oksigen akibat spasme vaskuler selama kejang.


3.      Gangguan harga diri,identitas diri berhubungan dengan persepsi tidak terkontrol, ditandai ketakutan, dan kurang kooperatif tindakan medis.

Intervensi
Rasional
Kaji perasaan pasien mengenai diagnostik, persepsi diri terhadap penanganan yang dilakukan terhadap pasien
reaksi yang ada diantara individu dan pegetahuan merupaka awal dari penerimaan klien terhadap tindakan medis.

identifikasi dan antisipasi kemungkinan reaksi orang lain pada keadaan penyakitnya.

memberikan kesempatan untuk berespon pada proses pemecahan masalah dan memberikan kontrol terhadap situasi.
Kaji respon pasien terhadap keberhasilan yang diperoleh, atau yang akan dicapainya dari kekuatan yang dimilikinya.
memfokuskan pada aspek positif dapat membantu untuk menghilangkan perasaan dari kegagalan atau kesadaran terhadap diri sendiri dan pasien menerima penanganan terhadapnya.

diskusikan rujukan kepada psikoterapi dengan pasien atau orang terdekat.
     
kejang mempunyai pengaruh yang besar pada harga diri seseorang dan pasien, orang terdekat, akibat mungkin munculnya stigma dari masyarakat.



4.      Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar), mengenai kondisi dan aturan pengobatan berhubungan dengan kurang pemahaman, salah interpretasi informasi, kurang mengingat.
Intervensi
Rasional
Kaji tingkat pengetahuan pasien terhadap jenis penyakitnya
mengetahui sebatas kemampuan klien dalam memahami jenis penyakitnya agar lebih kooperatif akan pemahaman klien pentingnya pencegahan,pengobatan dan sebagainya.

jelaskan kembali mengenai patofisiologi atau prognosis penyakit, pengobatan, serta penenganan dalam jangka waktu panjang sesuai prosedur.

memberikan kesempatan untuk mengklarifikasi kesalahan persepsi dan keadaan penyakit yang diderita
Tinjau kembali obat-obatan, dosis, petunjuk, serta penghentian penggunaan obat-obatan sesuai instruksi dokter
menambah pemahaman klien terhadap kondisi kesehatan yang diderita.

diskusikan manfaat dari kesehatan umum yang baik, seperti diet yang adekuat, istirahat yang cukup, serta latihan olah raga yang sedang dan teratur, serta hindari makanan adan minuman yang mengandung zat yang berbahaya.













DAFTAR PUSTAKA


Hidayat. (2009).   http://hidayat2.wordpress.com. diakses pada tanggal 17 juli 2010.
diakses pada tanggal 17 juli 2010.
Ikhsan, T (2009).  http://perawat-gaul.blogspot.com
diakses pada tanggal 17 juli 2010
Khaidir. (2009).  http://khaidirmuhaj.blogspot.com  di akses  pada tanggal 17 juli 2010.
Mansjoer, A,.Suprohaita, Wardhani WI,.& Setiowulan, (2000). Kapita Selekta Kedokteran edisi ketiga jilid 2. Jakarta:Media Aesculapius.
Nanda. (2005-2006). Panduan Diagnosa Keperawatan.Prima medika.
Potter & Perry. (2006). Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses dan Praktik Edisi 4 vol 1. Jakarta: EGC
Resa B. (2010). Epilepsi http://www.scribd.com diakses pada tanggal 17 juli 2010
Smeltzer, S.C & Bare, B.G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 vol 3. Jakarta: EGC