MODUL
DIABETES MELITUS
Kasus ;
Scenario 1
Aisah, usia 40 tahun,
merasa tidak nyaman karena sudah dua minggu ini sering buang air kecil terutama
pada malam hari, Aisah juga mengeluh sering minum, rasanya haus terus. Sehingga
Aisah merasa terganggu tidurnya karena harus sering terbangun. Berat badan
Aisah turun 2 kilo satu bulan ini. Padahal Aisah sehari makan 3 kali dan senang
mengemil makanan, Aisah berpikir kenapa saya banyak makan tetapi kok tidak naik
berat badan malah turun, Aisah ingin sekali kedokter untuk menanyakan sakit apa
yang dialaminya?
Kata Kunci ;
-
Usia 40 th
-
Sering haus / poli dipsi
-
Sering BAK malam hari/nocturia
-
Berat badan menurun
-
Tidur terganggu
Pertanyaan ;
1.
Apa penyebab terjadinya rasa sering haus
dalam scenario 1?
2.
Apa penyebab terjadinya sering BAK malam
hari ?
3.
Apa yang menyebabkan terganggunya tidur
klien pada scenario 1?
4.
Apa yang menyebabkan terjadinya
penurunan berat badan?
5.
Apakah
kelainan dalam bidang endokrin dan metabolisme yang menyebabkan penurunan berat
badan?
6.
Apakah ada kelainan dalam system
perkemihan dan endokrin yang menyebabkan terjadinya nocturia?
7.
Apakah ada kelainan dalam system
endokrin dan metabolisme yang menyebabkan rasa haus terus menerus?
8.
Apakah terganggunya tidur klien
berhubungan dengan seringnya BAK tiap malam hari?
9.
Apakah gejala-gejala pada scenario
tersebut ada hubungannya dengan factor usianya?
10.
Bagaimana patomekanisme terjadinya rasa
haus terus-menerus, penurunan berat badan, dan seringnya BAK malam hari?
11.
Bagaimana melakukan anamnesa pada
penyakit tersebut?
12.
Apa pemeriksaan penunjang yang dilakukan
untuk menegakkan diagnose penyakit dengan poli dipsi, nocturia, dan penurunan
BB?
13.
Bagaimana penatalaksanaan pada penyakit
yang berhubungan dengan gejala-gejala tersebut?
14.
Apa kemungkinan komplikasi yang muncul
dengan gejala poli dipsi, penurunan BB, dan nokturia?
15.
Apa organ-organ yang beperan pada
penurunan berat badan, poli dipsi dan nokturia?
1.
Apa penyebab sering merasa haus dan
kencing tiap malam hari?
Osmotik diuresis akibat glukosuria
tertunda disebabkan ambang ginjal yang tinggi, dan dapat muncul keluhan
nokturia disertai gangguan tidur, atau bahkan inkontinensia urin. Perasaan haus
pada pasien DM lansia kurang dirasakan, akibatnya mereka tidak bereaksi adekuat
terhadap dehidrasi. Karena itu tidak terjadi polidipsia atau baru terjadi pada
stadium lanjut.
Gejala tersebut merupakan efek dari
pada kadar gula darah yang tinggi, yang akan mempengaruhi ginjal menghasilkan
air kemih dalam jumlah yang berlebihan untuk mengencerkan glukosa sehingga
penderita sering buang air kecil dalam jumlah yang banyak. Dari akibat ini
penderita merasa haus yang berlebihan sehingga banyak minum. Sejumlah besar kalori hilang ke dalam air kemih, penderita
mengalami penurunan berat badan. Untuk mengkonsumsikan hal ini,
penderita sering kali merasakan lapar yang luar biasa sehingga banyak makan.
2.
Apa penyebab terjadinya penurunan berat
badan ?
Dalam bidang endokrin dan
metabolisme, terdapat dua penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya penurunan
berat badan secara drastis yaitu :
A. DIABETES MELITUS
Diabetes
melitus (DM),
yaitu suatu kelompok penyakit metabolik yang ditandai oleh meningkatnya kadar
glukosa dalam darah sebagai akibat adanya defek sekresi insulin dan atau adanya
resistensi insulin. Apabila penyakit ini dibiarkan tidak terkendali, maka akan
menimbulkan komplikasi yang dapat berakibat fatal, termasuk penyakit jantung,
ginjal, kebutaan dan amputasi.
Mekanisme
penurunan berat badan pada penderita DM adalah sebagai berikut:
Oleh
karena terjadi defek sekresi insulin (insulin kurang) maupun adanya gangguan
kerja insulin (resistensi insulin) mengakibatkan glukosa darah tidak dapat
masuk kedalam sel otot dan jaringan lemak. Akibatnya untuk memperoleh sumber
energi untuk kelangsungan hidup dan menjalankan fungsinya, maka otot dan
jaringan lemak akan memecahkan cadangan energi yang terdapat dalam dirinya
sendiri melalui proses glikogenolisis dan lipolisis. Proses glikogenolisis dan
lipolisis yang berlangsung terus menerus pada akhirnya menyebabkan massa otot
dan jaringan lemak akan berkurang dan terjadilah penurunan berat badan.
B.
TIROTOKSIKOSIS
Tirotoksikosis
adalah suatu sindroma klinik yang terjadi akibat meningkatnya kadar hormon
tiroid (T3) yang beredar dalam tubuh. Triyodotironin (T3) akan meningkatkan komsumsi
oksigen dan produksi panas melalui rangsangan tarhadap Na+-K+ ATPase pada hampir semua jaringan
tubuh (kecuali otak, limpa dan testis) yang pada akhirnya akan meningkatkan basal
metabolisme rate. Hormon tiroid juga akan merangsang peningkatan sintesis
struktur protein dan akhirnya menyebabkan berkurangnnya massa otot.
3.
Apakah gejala-gejala pada scenario tersebut
ada hubungannya dengan factor usianya?
Pada scenario usia klien adalah
40 tahun, dimana pada fase ini klien mengalami degenerative. Gejala yang timbul
pada lansiapun berbeda dengan fase dewasa.
Keluhan umum pasien DM seperti
poliuria, polidipsia, polifagia pada DM umumnya tidak ada. Sebaliknya yang
sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik
pada pembuluh darah dan saraf. Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi
akibat proses menua, sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa
gejala sampai kasus dengan komplikasi yang luas. Keluhan yang sering muncul
adalah adanya gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai
serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh
dengan pengobatan lazim.
Menurut Supartondo, gejala-gejala
akibat DM pada usia lanjut yang sering ditemukan adalah :
1.
Katarak
2.
Glaukoma
3.
Retinopati
4.
Gatal
seluruh badan
5.
Pruritus
Vulvae
6.
Infeksi
bakteri kulit
7.
Infeksi
jamur di kulit
8.
Dermatopati
9.
Neuropati
perifer
10. Neuropati visceral
11. Amiotropi
12. Ulkus Neurotropik
13. Penyakit ginjal
14. Penyakit pembuluh darah perifer
15. Penyakit koroner
16. Penyakit pembuluh darah otak
17. Hipertensi
4. Apa
Penyebab terjadinya DM dan tirotoksikosis ?
A.
DIABETES MELITUS
Terdapat 4 organ yang yang berperanan
terhadap terjadinya DM yaitu :
1)
Pankreas. Sel beta pankreas yang
terdapat pada daerah pulau-pulau Langerhans merupakan tempat produksi insulin.
Bila terdapat defek terhadap sekresi insulin pancreas, maka akan menyebabkan
produksi insulin berkurang dan terjadilah hiperglikemia.
2)
Otot dan jaringan lemak merupakan target
kerja insulin. Bila terdapat defek pada reseptor insulin pada otot dan jaringan
lemak maka akan terjadi resistensi insulin. Walaupun produksi insulin pankreas
cukup, namun dengan adanya resistensi insulin diperifer akan menyebabkan kerja
dari insulin tersebut menjadi tidak efektif.
3)
Hati, merupakan organ yang memproduksi
glukosa secara endogen melalui proses glukoneogenesis. Peningkatan produksi glukosa
hati akan menyebabkan terjadinya hiperglikemia. Disamping keempat organ
tersebut diatas, maka faktor genetik dan lingkungan juga berperan sangat
penting dalam proses terjadinya DM khususnya tipe2. DM tipe 2 biasanya
ditemukan pada mereka yang mempunyai riwayat keluarga yang juga menderita DM.
Peranan faktor lingkungan dibuktikan dengan jumlah populasi penderita DM tipe 2
yang >80 % diantaranya adalah orang gemuk ( Obeis). Obeis terjadi akibat energy
required yang lebih besar dari pada Energy expenditure, dimana
keadaan ini biasanya ditemukan pada orang-orang dengan pola makan yang
berlebihan dan kurang aktifitas fisik.
B. TIROTOKSIKOSIS
Terdapat
beberapa penyebab tirotoksikosis diantaranya :
a.
Penyakit Graves’ ( Diffuse Toxic goiter
)
Lebih
dari 90% penyebab tirotoksikosis disebabkan oleh penyakit Graves’, oleh karena
itu maka pembahasan selanjutnya topik tirotoksikosis akan lebih difokuskan pada
penyakit Grevas’ ini.
b.
Adenoma Toksik ( Penyakit Plummer ).
c.
Struma Multinoduler
d.
Tiroiditis sub akut
e.
Tirotoksikosis faksisia ( biasanya
akibat minum hormon tiroid untuk menurunkan berat badan)
f.
Penyebab yang sangat jarang : struma
ovarium, molahidatidosa, karsinoma tiroid follikulare yang bermetastase.
Penyebab utama terjadinya penyakit Graves’ adalah proses otoimmun, sedangkan DM
pada umumnya faktor genetik dan lingkungan yang memegang peranan penting,
kecuali pada penderita DM tipe 1 yang juga disebabkan proses otoimmun. Itulah
sebabnya, kadang dijumpai penyakit Graves’ bersama-sama dengan DM tipe 1 serta
mpenyakit otoimmun lainnya.
5. Bagaimana
Gejala klinik penyakit ?
A. Gejala
Klinik Diabetes Melitus.
Gejala
klinik DM adalah :
Poliuri
(banyak kencing), polifagi (selalu lapar), polidipsi (selalu haus), gatal-gatal
terutama pada daerah lipatan kulit, perasaan lemas, mengantuk dan berat badan
menurun. Pada penderita DM tipe 2 gejala-gejala tersebut berlangsung secara
perlahan-lahan dan samar-samar sehingga tidak disadari oleh penderita dan bahkan
dianggap hal yang lumrah sehingga biasanya tidak membawa penderita mengunjungi
dokter. Tidak jarang penderita DM tipe 2 ditemukan secara kebetulan pada
pemeriksaan kesehatan rutin atau penderita datang dengan keluhan utama akibat
komplikasi diabetes (kram-kram, gagal ginjal, luka yang tidak mau sembuh dsb).
Sebaliknya pada penderita DM tipe 1, gejala klinis biasanya jelas oleh karena
terjadi kekurangan insulin secara absolute secara singkat ( kerusakan pancreas
oleh proses autoimmum dlm waktu singkat )
B.
TIROTOKSIKOSIS
Gejala
utama dari tirotoksikosis adalah berat badan menurun walaupun nafsu makan baik,
berdebar-debar, kecemasan dan gelisah, cepat lelah, banyak berkeringat, tidak
tahan panas, sesak bila bergiat, tremor dan kelemahan otot. Pada pemeriksaan
fisik biasanya ditemukan adanya pembesaran kelenjar tiroid.
6. Bagaimana
menegakkan diagnosis ?
A. DIABETES
MELITUS
Diagnosis diabetes melitus adalah diagnosis
laboratorium, oleh karena itu perlu diketahui tata cara pemeriksaan
laboratorium untuk menegakkan diagnosis DM. Pemeriksaan laboratorium untuk
menegakkan diagnosis DM dibagi atas : GDS, GDP dan TTGO ( Test toleransi
glukosa oral ).
1.
Pemeriksaan GDS untuk diagnosis hanya
dilakukan bila terdapat tanda dan gejala klinik yang khas ( poliuria, polifagi,
polidipsi, luka yang tidak mau sembuh, tidak sadar atau pada keadaan darurat
yang tidak memungkinkan penderita berpuasa / stroke, infark miokard akut dll ).
2.
Bila gejala tidak khas, maka dilakukan
pemeriksaan :
Ø Menurut
WHO, dilakukan pemeriksaan pemeriksaan TTGO. Dimana setelah diperiksa GDP, maka
penderita diberi minum glukosa 75 gram dalam 200 cc air putih (test pembebanan
glukosa) dan diperiksa kadar glukosa darah 2 jam kemudian.
Interpretasi hasil pemeriksaan adalah sebagai
berikut :
1. Bila
kadar GDS > 200 mg/dl disertai gejala klinis yang khas, maka diagnosis DM ditegakkan.
2. GDP : bila didapatkan hasil :
-
70 – 110 mg/dl Normal.
-
111 - 125 mg/dl Glukosa darah puasa
terganggu ( GDPT )
-
≥ 126 mg/dl Diabetes Melitus
3. TTGO
: Interpretasi sama dengan diatas untuk GDP, sedangkan untuk 2 jam setelah pembebanan
glukosa adalah :
-
< 140 mg/dl Normal
-
140 – 199 mg/dl Gangguan toleransi
glukosa
-
≥ 200 mg/dl Diabetes Melitus
Yang dimaksud puasa pada pemeriksaan ini
adalah : penderita diminta berpuasa selama 10-14 jam, kecuali air putih pada
waktu malam hari sebelum pengambilan contoh darah vena pada waktu pagi keesokan
harinya.
B.
Diagnosis TIROTOKSIKOSIS
Diagnosis tirotoksikosis, umumnya dapat ditegakkan
berdasarkan gejala klinik, pemeriksaan untuk menilai derajat tirotoksikosis
maupun untuk pemantauan, maka pemeriksaan laboratorium yang terbaik adalah
kombinasi antara FT4 (kadar tiroksin bebas) dengan TSH (thyroid stimulating
hormone). Kadar FT4 yang tinggi (normal 2,2 – 5,3 ng/dl) dan kadar TSH yang
rendah (normal 0,5 – 5,0) menunjukkan adanya tirotoksikosis (hipertiroid). Oleh
karena penyakit Graves’ merupakan penyakit autoimmum, maka pemeriksaan autoantibody
seperti Tg Ab dan TPO Ab, namun sayang pemeriksaan tersebut juga memberikan
nilai yang positif untuk penyakit autoimmune tiroid yang lain (Hashimoto). Pemeriksaan
antibodi yang khas untuk Graves’ adalah TSH-R Ab. Pemeriksaan hormonal dan
antibodi pada penderita penyakit tidak memerlukan persiapan khusus bagi
penderita (tidak perlu berpuasa).
7.
Bagaimana
melakukan anamnesa pada penyakit tersebut?
PENGKAJIAN ;
-
Riwayat
Kesehatan Keluarga ; Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?
-
Riwayat
Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya, Berapa lama klien menderita DM,
bagaimana penanganannya, mendapat terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum
obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk
menanggulangi penyakitnya.
-
Aktivitas/
Istirahat : Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot
menurun.
-
Sirkulasi
; Adakah riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas,
ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan darah
-
Integritas
Ego ; Stress, ansietas
-
Eliminasi
; Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare
-
Makanan
/ Cairan ; Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan,
haus, penggunaan diuretik.
-
Neurosensori
; Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia,gangguan
penglihatan.
-
Nyeri
/ Kenyamanan ; Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)
-
Pernapasan
; Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)
-
Keamanan
; Kulit kering, gatal, ulkus kulit.
8.
Apa
saja diagnose keperawatan yang keluar dengan gejala tersebut?
1.
Kekurangan volume cairan b.d diuresis
osmotic
Intervensi
|
Rasional
|
Pantau
tanda-tanda vital, catat adanya perubahan TD ortostatik
|
Hipovolemia
dapat dimanifestasikaan oleh hipotensi dan takikardia. Perkiraan berat ringannya
hipopvolemia dapat dibuat ketika tekanan darah sistolik pasien turun >10
mmHg dari posisi berbaring ke posisi duduk atau berdiri. Catatan : neuropati
jantung dapat memutuskan reflek-reflek yang secara normal meningkatkan denyut
jantung
|
Pola
nafas seperti adanya pernapasan kussmaul atau pernapasan yang berbau keton.
|
Paru-paru
mengeluarkan asam karbonat melalui pernapasan yang menghasilkan kompensasi
alkalosis respiratoris terhadap keadaan keto asidosis. Pernapasan yang berbau
aseton berhubungan pemecahan asam aseto-asetat. Dan harus berkurang bila
ketosis harus erkoreksi
|
Frekuensi
dan kualitas pernapasan, penggunaan otot bantu napas, dan adanya periode
apnea dan munculnya sianosis.
|
Koreksi
hiperglikemia dan asidosis akan menyebabkan pola dan frekuensi pernapasan
mendekati normal. Tetapi peningkatan kerja pernapsan dangkal, pernapasan
cepat, dan munculnya sianosis mungkin merupakan indikasi dari kelelahan
pernapasan dan/atau mungkin pasien itu kehilangan kemampuannya untuk
melakukan konfesasi pada asidosis.
|
Suhu,
warna kulit, atau kelembabannya
|
Meskipun
demam, menggigil dan diaphoresis merupakan hal umum yang terjadi pada proses
infeksi, demam dengan kulit yang kemerahan, kering mungkin sebagai cermin
dari dehidrasi.
|
Kaji
nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit, dan membrane mukosa.
|
Merupakan
indicator dari tingkat dehidrasi, atau volume sirkulasi yang adekuat.
|
Pantau
masaukan dan pengeluaran, catat berat jenis urin.
|
Memberikan
perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti, fungsi ginjal, dan keefektifan
dari terapi yang diberikan.
|
Catat
hal-hal yang dilaporkan seperti : mual, nyeri abdomen, muntah, dan distensi
lambung.
|
Kekurangan
cairan dan elektrolit mengubah mortilitas lambung, yang seringkali akan
menimbulkan muntah dan secara pontensial akan menimbulkan kekurangan cairan
atau elektrolit.
|
Kolaborasi
Lakukan
pemeriksaan gula darah dengan menggunakan “finger stick”.
|
Analisa
di tempat tidur terdapat gula darah lebihg akurat (menunjukan keadaan saat
dilakukan pemeriksaan) daripada memamtau gula dalam urin (reduksi urin) yang
tidak cukup akurat untuk mendeteksi fluktuasi kadar gula darah dan dapat
dipengaruhi oleh ambang ginjal pasien secara individual atau adanya retensi
urin/gagal ginjal.
|
Pantau
pemeriksaan laboratorium seperti glukosa darah, aseton, pH, dan HCO3.
|
Gula
darah akan menurun perlahan dengan penggantian cairan dan terapi insulin
terkontrol. Dengan pemberian insulin dosis optimal, glikosa kemudian dapoat
masuk kedalam sel dan digunakan untuk sumber kalori. Ketika hal ini terjadi,
kadar aseton akan menurun dan asidosis dapat dikoreksi.
|
Berikan
pengobatan insulin secara teratur dengan metode IV secara interniten atau
secara kontinu seperti bolus IV diikuti dengan teteasan yang kontinu melaui
alat pompa kira-kira 5-10 UI/jam sampai glukosa darah mencapai 250 mg/dl
|
Insulin
regular memiliki awitan cepat dan karenannya dengan cepat pula dapat membantu
memindahkan glukosa kedalam sel. Pemberian melalui IV merupakan rute pilihan
utama karena absorbs dari jaringan subkutan mungkin tidak menentu atau sangat
lambat. Banyak orang percaya/berpendapat bahwa metode kontinu ini merupakan
cara yang optimal untuk mempermudah transisi pada metabolism karbohidrat dan
menurunkan insiden hipoglikemia.
|
Berikan
larutan glukosa, misalnya dekstrosa dan setengan salin normal.
|
Larutan
glukosa ditambahkan setelah insulin dan cairan membawa gula darah kira-kira
250 mg/dl. Dengan metabolism karbohiodrat mendekati normal, perawatan harus
diberiokan untuk menghindari terjadinya hipoglikemia.
|
2.
Nutrisi , perubahan kurang dari
kebutuhan tubuh b.d ketidakcukupan insulin (penurunan ambilan dan penggunaan
glukosa oleh jaringan mengakibatkan metabolism protein atau lemak), status
hipermetabolisme ; pelepasan hormone stress (epineprin, kortisol, dan hormone
pertumbuhan) proses infeksius.
Intervensi
|
Rasional
|
Timbang
berat badan setiap hari atau sesuai dengan indikasi.
|
Mengkaji
masukan makanan yang adekuat ( termasuk absorbs dan utilisasinya ).
|
Tentukan
program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang dapat
dihabiskan pasien.
|
Mengidewntifikasi
kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan terapeutik.
|
Auskultasi
bising usus, catat adanya nyeri abdomen/perut kembung, mual, munntahan
makanan yang belum sempat dicerna, pertahankan keadaan kuasa sesuai indikasi.
|
Hiperglikemia
dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dapat menurunkan mortilitas
atau fungsi lambung ( distensi atau ilius paralitik ) yang akan mempengaruhi
pilihan intervensi. Catatan : kesulitan jangka panjang dengan penurunan
pengosongan lambung daan motilitas usus yang rendah mengisyaratkan adanya
neuropati otonom yang m,empengaruhi saluran pencernaan dan memerlukan
pengobatan secara simptomatik.
|
Berikan
makanan cair yang mengandung zat makanan (nutrient) dan elektrolit dengan
segera jika oasien sudah dapat mentoleransinya melalui pemebrian cairan
melaui oral. Dan selantunya terus menupayakan pemberian makanan yang kebih
padat sesuai dengan yang dapat ditoleransi.
|
Pemberian
makanan melaui oral lebih baik jika pasien sadar dan fungsi gastrointestinal
baik.
|
Identifikasi
makanan yang disukai/dikehendaki termasuk kebutuhan etnik/cultural.
|
Jika
makann yang disukai pasien dapat dimasukan dalam pencernaan makan, kerja sama
ini dapat diupayakan setelah pulang.
|
3.
Infeksi , resiko tinggi terhadap
(sepsis) b.d kadar glukosa tinggi, penurunan fungsi leukosit, perubahan pada
sirkulasi.
4.
Kelelahan b.d penurunan produksi
metabolic, penurunan kimia darah: insufisiensi insulin, peningkatan kebutuhan
energy; status hipermetabolik / infeksi
5.
Ketidakberdayaan b.d penyakit jangka
panjang/ progresif yang tidak dapat diobati, ketergantungan pada orang lain
6.
Kurangnya pengetahuan (kebutuhan belajar
) mengenai penyakit, prognosis, dan kebutuhan pengobatan b.d kurangnya
pemajanan/mengingat, kesalahan interpretasi informasi, tidak mengenal informasi
9. Bagaimana
klasifikasi ?:
A. DIABETES
MELITUS
Klasifikasi
DM saat ini berdasarkan klasifikasi etiolgis dan dibagi atas 4 kelompok utama yaitu
: DM tipe 2, DM tipe 1, DM Gestasi dan DM tipe lainnya.
Tabel berikut menggambarkan klasifikasi DM menurut
ADA dan WHO tahun 2002 :
Klassifikasi DM
1) Diabetes
Tipe-1 (destruksi sel beta) Autoimun dan atau
Idiopatik
2) DM
Tipe-2 ( resistensi insulin disertai defek sekresi insulin atau sebaliknya)
3) Diabetes
Tipe lain
-
Defek genetik fungsi sel beta; MODY
1,2,3. DNA mitokondria
-
Defek genetik kerja insulin
-
Penyakit eksokrin pankreas;
Pankreatitis, tumor pankreas, pankreatektomi, pankreopati, fibrokalkulus
-
Endokrinopati; Acromegali,
sindroma Cushing, Feokromositoma, hipertiroidisme
-
Karena obat/zat kimia; Vacor,
pentamidin, as. nikotinat, Glukokortikoid, hormontiroid, tiazid, Dilantin, interferon
alfa
-
Infeksi : rubellakongenital, CMV
-
Sebab imunologi yang jarang :
Antibodi anti insulin
-
Sindroma genetik lain:
Sindroma Down, Klinefelter, Turner dll.
4) Diabetes
Gestasional
B. KLASIFIKASI
TIROTOKSIKOSIS:
Klasifikasi
tirotoksikosis hingga saat ini tidak ada.
10. Bagaimana
penatalaksanaan pada penyakit diabetes mellitus?
Tujuan
utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan
kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi vaskuler serta
neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar
glukosa darah normal.
Ada 5
komponen dalam penatalaksanaan diabetes :
1.
Diet
2.
Latihan
3.
Pemantauan
4.
Terapi
(jika diperlukan)
5.
Pendidikan
11. Apa
komplikasi dari penyakit tersebut?
Diabetes mellitus
a.
Akut
-
Hypoglikemia
-
Ketoasidosis
-
Diabetik
b.
Kronik
-
Makroangiopati, mengenai pembuluh darah besar,
pembuluh darah jantung pembuluh darah tepi, pembuluh darah otak.
-
Mikroangiopati mengenai pembuluh darah kecil
retinopati diabetik, nefropati diabetic.
-
Neuropati diabetic.
Tirotoksikosis
1.
Penyakit jantung tiroid (PJT) .
Diagnosis ditegakkan bila terdapat tanda-tanda dekompensasi jantung (sesak,
edem dll), hipertiroid dan pada pemeriksaan EKG maupun fisik didapatkan adanya
atrium fibrilasi.
2.
Krisis Tiroid (Thyroid Storm). Merupakan
suatu keadaan akut berat yang dialami oleh penderita tiritoksikosis
(life-threatening severity). Biasanya dipicu oleh faktor stress (infeksi berat,
operasi dll). Gejala klinik yang khas adalah hiperpireksia, mengamuk dan tanda
tanda-tanda hipertiroid berat yang terjadi secara tiba-tiba.
3.
Periodic paralysis thyrotocsicosis (
PPT). Terjadinya kelumpuhan secara tiba-tiba pada penderita hipertiroid dan
biasanya hanya bersifat sementara. Dasar terjadinya komplikasi ini adalah
adanya hipokalemi akibat kalium terlalu banyak masuk kedalam sel otot. Itulah
sebabnya keluhan PPT umumnya terjadi setelah penderita makan (karbohidrat),
oleh karena glukosa akan dimasukkan kedalam selh oleh insulin bersama-sama
dengan kalium (K channel ATP-ase).
4.
Komplikasi akibat pengobatan. Komplikasi
ini biasanya akibat overtreatment (hipotiroidisme) dan akibat efek samping obat
(agranulositosis, hepatotoksik).
16. Organ apa sajakah yang berperan
dalam gejala penyakit tersebut?
Pankreas
Bagian eksokrin pancreas menghasilkan
enzim-enzim pencernaan dan bagian endokrinnya berupa pulau-pulau langerhans,
menghasilkan hormone pulau langerhans terdiri atas sel alfa, yang menghasilkan glucagon,
sel-sel beta yang menghasilkan insulin. Glucagon insulin yang mengatur gula
darah: insulin adalah hormone hipoglikemik (menurunkan gula darah) sedangkan
glucagon bersifat hiperglikemik (meningkatkan gula darah)
Glucagon
Sasaran utama glucagon adalah hati
1. Merubah
glikogen menjadi glukosa (glikogenolisis)
2. Sintesis
glukosa dari asam laktat dan dari molekul dan karbohidrat seperti asam lemak
dan asam amino (glukoneogenesis)
3. Pembebasan
glukosa darah oleh sel-sel hati sehingga gula darah naik
Seksresi glucagon di
rangsang turunnya kadar gula darah, juga naiknya kadar asam amino darah
(setelah makan banyak protein). Sebaliknya dihambat oleh kadar gula darah yang
tinggi dan stomatostatin.
Insulin
Hormone ini dihasilkan
oleh sel beta pada pancreas. insulin dihasilkan dalam jumlah sedikit dan
meningkat ketika makanan dicerna. Pada orang dewasa rata-rata diproduksi 40 sd
50 unit (Charlene J Reeves, 1997)
Peningkatan kadar
insulin mempunyai efek penurun kadar glukosa darah (hiperglikemia) normal kadar
gula darah 70 sd 110 mg/dl. Jika insulin rendah mengakibatkan kadar gula darah
atau hiperglikemia seperti terjadi pada DM. sekresi insulin dikontrol oleh
mekanisme kimia, hormonal dan persyarafan. Produksi insulin meningkat oleh
adanya peningkatan kadar gula darah, asam amino, serum bebas lemak. Peningkatan
hormone gastrointerstinal juga memicu peningnkatan insulin, disamping adanya
stimulasi sarat parasimpatik. Sedankan yang menghambat produksi kadar insulin adalah rendahnya kadar
gula darah.
Secara umum fungsi
insulin diantaranya :
-
Transport dan metabolism kadar glukosa utk energy
-
Mestimulus kadar glukosa dalam hati dan
otot dalam bentuk glukogen
-
Membantu penyimpanan lemak dalam
jaringan adipose (sel lemak)
-
Memberikan peringatan pada hati untuk
berhenti memecahkan glikogen menjadi glikogen
-
Mempercepat transport asam amino ke dalam
sel
-
Insulin juga berkerja menghambat
pemecehan cadangan glukosa, protein, dan lemak