ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN EPILEPSI
Oleh:
Siti maemunah
|
Bela debionita
|
Mutia ayu
|
Nur putrid wulan
|
PRODI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TANGERANG
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Makalah
ini berjudul “ Asuhan Keperawatan
Gamgguam Epilepsi “ dapat di selesaikan dengan baik, semata-mata atas rahmat
Allah SWT. Oleh sebab itu penulis mengucapkan puji syukur kepada-nya.
Makalah
ini di buat untuk melengkapi kegiatan mata kuliah Sistem Neurobehaviour, di
Prodi S1 Keperawatan, Fakultas Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Tangerang.
Penulisan
makalah ini di mungkinkan adanya
dukungan, bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu , penulis
mengucapkan terima kasih kepada : orang tua, ketua Prodi S1 Keperawatan, dan
bapak dosen Sistem Neuroehaviour.
Saat
menyusun makalah ini penulis telah berupaya melakukan dengan sebaik-baiknya.
Namun penulis menyadari adanya kekurangan atau kesalahan yang tidak disengaja.
Oleh karena itu kritik dan saran akan penulis terima dengan rasa syukur.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pembaca.
BAB II
TINJAUAN
TEORITIS
Epilepsi adalah suatu gejala atau manifestasi lepasnya
muatan listrik yang berlebihan di sel neuron saraf pusat yang dapat menimbulkan
hilangnya kesadaran, gerakan involunter, fenomena sensorik abnormal, kenaikan
aktivitas otonom dan berbagai gangguan fisik (Doenges, 2000).
Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala
yang datang dalam serangan-serangan, berulang-ulang yang disebabkan lepas
muatan listrik abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat reversibel dengan
berbagai etiolog.
Epilepsi
grand mal merupakan istilah Perancis. Grand berarti besar, mal, sakit. Pada
epilepsi ini penderita nyeri kepala, mendadak kehilangan kesadaran, terjatuh,
kekurangan oksigen, kemudian kejang tonik klonik kurang labih selama 60 detik,
air liur keluar melalui mulut, setelah sadar penderita mengeluh badan terasa
pegal, relaksasi, hipertensi, bingung, lupa, dan mampu tertidur 2 jam (Markam,
1998).
Menurut
Mansjoer (2000), etiologi dari epilepsi yaitu :
1.
Idiopatik
2.
Aquiret
adalah kerusakan otak keracunan obat metabolik
3.
Trauma
kepala
4.
Tumor
otak
5.
Stroke
6.
Cerebral
edema
7.
Hipoksia
8.
Keracunan
9.
Gangguan
metabolik
10.
Infeksi
Skema
bab 2.1 patofisiologi
Menurut
para peneliti bahwa sebagian besar kejang epilepsi berasal dari sekumpulan sel
neuron yang abnormal di otak, yang melepas muatan secara berlebihan dan hypersinkron.
Kelompok sel neuron yang abnormal ini, yang disebut juga sebagai fokus
epileptik mendasari semua jenis epilepsi, baik yang umum maupun yang fokal
(parsial). Lepas muatan listrik ini kemudian dapat menyebar melalui jalur-jalur
fisiologis-anatomis dan melibatkan daerah disekitarnya atau daerah yang lebih
jauh adalah yang terdapar di bagian otak.
Tidak
semua sel neuron di susunan saraf pusat dapat mengakibatkan kejang epilepsi
klinik, walaupun ia melepas muatan listrik berlebihan. Sel neuron diserebellum
di bagian bawah batang otak dan di medulla spinalis, walaupun mereka dapat
melepaskan muatan listrik berlebihan, namun posisi mereka menyebabkan tidak
mampu mengakibatkan kejang epilepsi. Sampai saat ini belum terungkap dengan
pasti mekanisme apa yang mencetuskan sel-sel neuron untuk melepas muatan secara
sinkron dan berlebihan.
1.
Kejang
umum
-
Tonik
gejala kontraksi otot, tungkai dan siku berlangsung kurang lebih 20 detik,
dengan ditandai leher dan punggung melengkung, jeritan epilepsi selama kurang
lebih 60 detik.
-
Klonik
gejala spasmus fleksi berselang, relaksasi, hipertensi berlangsung kurang lebih
40 detik, dengan ditandai midriasis, takikardi, hiperhidrosis, hipersalivasi.
-
Pasca
serangan gejala aktivitas otot terhenti ditandai dengan penderita sadar
kembali, nyeri otot dan sakit kepala, penderita tertidur 1 sampai 2 jam.
2.
Jenis
parsial
a)
Sederhana
dengan tidak terdapat gangguan kesadaran
b)
Complex
dengan gangguan kesadaran.
1. Grand mal (tonik klonik)
Ditandai
dengan gangguan penglihatan dan pendengaran, hilang kesadaran, tonus otot
meningkat fleksi maupun ekstensi, sentakan kejang klonik, lidah dapat tergigit,
hipertensi, takikardi, berkeringat, dilatasi pupil, dan hipersalivasi, kemudian
setelah serangan pasien dapat tertidur 1-2 jam, penderita lupa, mengantuk,dan
bingung.
2. Petit mal
Kehilangan
kesadaran sesaat, penderita dapat melamun, apa yang akan dikerjakan klien akan
terhenti, penderita lemah namun tidak sampai terjatuh.
3. Infatile spasme
Terjadi
pada usia 3 bulan sampai 2 tahun, kejang fleksor pada ekstermitas dan kepala,
kejang terjadi hanya beberapa detik dan berulang, sebagian besar penderita
terjadi retardasi mental.
4.
Focal
Terbagi atas tiga jenis :
o
Focal
motor yaitu Lesi pada lobus frontal.
o
Focal
sensorik yaitu lesi pada lobus parietal.
o
Focal
psikomotor yaitu disfungsi lobus temporal.
Dibagi
menjadi 2 pengobatan:
1.
Pengobatan
kausal
Penyebab perlu diselidki terlebih
dahulu, apakah penderita penyakit yang aktif misalnya tumor serebri, hematoma
sub dural kronik, bila benar perlu diobati terlebih dahulu penyebab kejang
tersebut.
2.
Pengobatan
rutin.
Penderita epilepsi diberikan obat
anti konvulsif secara rutin, biasanya pengobatan dilanjutkan sampai 3 tahun,
kemudian obat dikurangi secara bertahap dan dihentikan dalam jangka waktu 6
bulan. Pada umumnya lama pengobatan berkisar antara 2 - 4 tahun bebas serangan.
Selama pengobatan harus di periksa gejala intoksikasi dan pemeriksaan laboratrium
secara berkala.
Obat yang diberikan untuk kesemua
jenis kejang yaitu
- Fenobarbital, dosis 3-8 mg / kg BB /
Hari
- Diazepam, dosis 0,2-0,5 mg / kg BB /
Hari
- Diamox (asetazolamid) , dosis 10-90
mg / kg BB / Hari
- Dilantin (difenilhidantoin), dosis
5-10 mg / kg BB / Hari
- Mysolin (primidion), dosis 12-25 mg
/ kg BB / Hari
Bila
menderita spasme infatil diberikan obat yaitu
o Prednison, dosis 2-3 mg / kg BB /
Hari
o Dexamethason, dosis 0,2-0,3 mg / kg
BB / Hari
o Adrenokotrikotropin, dosis 2-4 mg /
kg BB / Hari
1.
Pemeriksaan
laboratorium
seperti pemeriksaan darah rutin,
darah tepi dan lainnya sesuai indikasi misalnya kadar gula darah, elektrolit.
Pemeriksaan cairan serebrospinalis (bila perlu) untuk mengetahui tekanan,
warna, kejernihan, perdarahan, jumlah sel, hitung jenis sel, kadar protein,
gula NaCl dan pemeriksaan lain atas indikasi
2.
Pemeriksaan
EEG
Gambar bab 2.1 pemeriksaan EEG
Pemeriksaan
EEG sangat berguna untuk diagnosis epilepsi. Ada kelainan berupa epilepsiform
discharge atau (epileptiform activity), misalnya spike
sharp wave, spike and wave dan sebagainya. Rekaman EEG
dapat menentukan fokus serta jenis epilepsi apakah fokal, multifokal, kortikal
atau subkortikal dan sebagainya. Harus dilakukan secara berkala (kira-kira 8-12
% pasien epilepsi mempunyai rekaman EEG yang normal).
Gambar bab 2.2 Foto tengkorak
a. Foto
tengkorak untuk mengetahui kelainan tulang tengkorak, destruksi tulang,
kalsifikasi intrakranium yang abnormal, tanda peninggian TIK seperti pelebaran
sutura, erosi sela tursika dan sebagainya.
b. Pneumoensefalografi dan
ventrikulografi untuk melihat gambaran ventrikel, sisterna, rongga sub
arachnoid serta gambaran otak.
c. Arteriografi untuk mengetahui
pembuluh darah di otak : anomali pembuluh darah otak, penyumbatan, neoplasma
dan hematoma.
Mengakibatkan kerusakan otak akibat hipoksia jaringan otak,
dan mengakibatkan retardasi mental, dapat timbul akibat kejang yang berulang,
dapat mengakibatkan timbulnya depresi dan cemas.
BAB III
PEMAHASAN
Diagnosa
yang didapat berdasarkan sumber dari (Doenges, 2000)
1.
Resiko
tinggi terhadap trauma dan henti nafas berhubungan dengan perubahan
kesadaran, kelemahan, kehilangan koordinasi otot besar dan kecil.
2.
Gangguan
harga diri,identitas diri berhubungan dengan persepsi tidak terkontrol,
ditandai ketakutan, dan kurang kooperatif tindakan medis.
3.
Kurang
pengetahuan (kebutuhan belajar), mengenai kondisi dan aturan pengobatan
berhubungan dengan kurang pemahaman, salah interpretasi informasi, kurang
mengingat.
Perencanaan
yang didapatkan berdasarkan sumber dari (Doenges, 2000)
1. Resiko tinggi terhadap trauma dan
henti nafas berhubungan dengan perubahan kesadaran, kelemahan, kehilangan
koordinasi otot besar dan kecil.
Intervensi
|
Rasional
|
Kaji
pencetus munculnya kejang pada pasien
|
alkohol,
berbagai obat, dan stimulasi lain (kurang tidur, lampu yang
terang, menonton televisi terlalu lama), dapat meningkatkan aktivitas otak
yang selanjutnya meningkatkan resiko terjadinya kejang.
|
pertahankan
bantalan lunak pada penghalang tempat tidur yang terpasang
dengan posisi tempat tidur rendah.
|
yaitu mengurangi trauma saat kejang.
|
Jaga
aktivitas klien setelah kejang terjadi
|
meningkatkan keamanan pasien
|
Catat
tipe dari aktivitas kejang pasien seperti lokasi, durasi,
motorik, penurunan kesadaran, inkontinensia.
|
membantu untuk melokalisasi daerah otak yang terkena
|
2. Bersihan jalan nafas dan pola nafas
tak efektif berhubungan dengan kerusakan nuromuskuler obstruksi trakeobronkial.
Intervensi
|
Rasional
|
) Anjurkan
klien melepas penggunaan benda-benda dari dalm mulut, contoh gigi palu dan
lainnya.
|
menurunkan resiko aspirasi atau
masuknya benda asing ke faring
|
). Letakkan pasien dalam posisi miring, permukaan
datar, miringkan kepala selama serangan kejang terjadi.
|
meningkatkan
aliran drainase secret, mencegah lidah jatuh, dan menyumbat jalan nafas.
|
Masukkan spatel lidah kedalam
mulut klien
|
untuk
mencegah tergigitnya lidah dan membantu melakukan peghisapan lender, dan
membantu membuka jalan nafas.
|
Lakukan suction sesuai indikasi
|
menurunkan resiko aspirasi atau
asfiksia
|
Kolaborasi dalam pemberian
tambahan oksigen
|
dapat
menurunkan hipoksia serebral, akibat dari menurunnya oksigen akibat spasme
vaskuler selama kejang.
|
3. Gangguan harga diri,identitas diri
berhubungan dengan persepsi tidak terkontrol, ditandai ketakutan, dan kurang
kooperatif tindakan medis.
Intervensi
|
Rasional
|
Kaji
perasaan pasien mengenai diagnostik, persepsi diri terhadap penanganan yang
dilakukan terhadap pasien
|
reaksi
yang ada diantara individu dan pegetahuan merupaka awal dari penerimaan klien
terhadap tindakan medis.
|
identifikasi
dan antisipasi kemungkinan reaksi orang lain pada keadaan penyakitnya.
|
memberikan kesempatan untuk berespon pada proses pemecahan
masalah dan memberikan kontrol terhadap situasi.
|
Kaji
respon pasien terhadap keberhasilan yang diperoleh, atau yang akan dicapainya
dari kekuatan yang dimilikinya.
|
memfokuskan
pada aspek positif dapat membantu untuk menghilangkan perasaan dari kegagalan
atau kesadaran terhadap diri sendiri dan pasien menerima penanganan
terhadapnya.
|
diskusikan
rujukan kepada psikoterapi dengan pasien atau orang terdekat.
|
kejang
mempunyai pengaruh yang besar pada harga diri seseorang dan pasien, orang
terdekat, akibat mungkin munculnya stigma dari masyarakat.
|
4. Kurang pengetahuan (kebutuhan
belajar), mengenai kondisi dan aturan pengobatan berhubungan dengan kurang
pemahaman, salah interpretasi informasi, kurang mengingat.
Intervensi
|
Rasional
|
Kaji
tingkat pengetahuan pasien terhadap jenis penyakitnya
|
mengetahui
sebatas kemampuan klien dalam memahami jenis penyakitnya agar lebih
kooperatif akan pemahaman klien pentingnya pencegahan,pengobatan dan
sebagainya.
|
jelaskan
kembali mengenai patofisiologi atau prognosis penyakit, pengobatan, serta
penenganan dalam jangka waktu panjang sesuai prosedur.
|
memberikan kesempatan untuk mengklarifikasi kesalahan
persepsi dan keadaan penyakit yang diderita
|
Tinjau
kembali obat-obatan, dosis, petunjuk, serta penghentian penggunaan
obat-obatan sesuai instruksi dokter
|
menambah
pemahaman klien terhadap kondisi kesehatan yang diderita.
|
diskusikan
manfaat dari kesehatan umum yang baik, seperti diet yang adekuat, istirahat
yang cukup, serta latihan olah raga yang sedang dan teratur, serta hindari
makanan adan minuman yang mengandung zat yang berbahaya.
|
DAFTAR PUSTAKA
diakses
pada tanggal 17 juli 2010.
diakses
pada tanggal 17 juli 2010
Mansjoer,
A,.Suprohaita, Wardhani WI,.& Setiowulan, (2000). Kapita Selekta
Kedokteran edisi ketiga jilid 2. Jakarta:Media
Aesculapius.
Nanda.
(2005-2006). Panduan Diagnosa Keperawatan.Prima medika.
Potter
& Perry. (2006). Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses dan
Praktik Edisi 4 vol 1. Jakarta: EGC
Smeltzer,
S.C & Bare, B.G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Edisi 8 vol 3. Jakarta: EGC